![]() |
Terpidana Korupsi Proyek Waduk Tanjungan Saat dibawa Ke Mobil Tahanan |
Line News Today(Mojokerto): Eksekusi dilakukan Kejaksaan
Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto terhadap mantan Ketua Panitia Penerima
Hasil Pekerjaan (PPHP) Proyek Revitalisasi Waduk Tanjungan di Desa Jolotundo,
Kecamatan Kemlagi, Kabupaten Mojokerto tahun 2011 lalu, RR Sri Rahayu (54).
Proyek senilai Rp930 juta ini telah merugikan keuangan negara sebesar Rp557
juta.
Setelah menjalani pemeriksaan selama kurang lebih lima
jam, mantan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Dinas Pengairan Kabupaten Mojokerto
ini digelandang masuk mobil menuju Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIB
Mojokerto. Dalam putusan Mahkamah Agung (MA), Sri Rahayu harus menjalani
hukuman penjara selama 1 tahun 6 bulan dan denda Rp50 juta subsider 3 bulan
penjara.
Putusan MA ini telah keluar sejak tanggal 13 Maret 2019
lalu, putusan tersebut hanya mengubah putusan besaran subsider di Pengadilan
Tinggi (PT) Kota Surabaya. Di PT, ketiga hakim mengadili terdakwa dengan
hukuman 1,5 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider 1 bulan. Sri Rahayu
merupakan orang kelima sebagai PPHP yang terseret dalam kasus tersebut.
![]() |
Kasipidsus Kejari Mojokerto, Saat Memberikan Keterangan Pers |
Empat orang lainnya yang juga mengalami nasib serupa dan
telah menjalani penahanan sejak tahun 2016 silam, yakni Budi Santoso (48) warga
Kelurahan Gedongan, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto, Johan Syafiuddin (38)
warga Desa Balongmojo, Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto dan Didit Muhariadi
(60) warga Kelurahan Mentikan, Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto.
Satu lagi yakni Kepala Dinas Pengairan Kabupaten
Mojokerto, Susanto. Susanto telah menjalani hukuman selama 1 tahun di Lapas
Klas IIB Mojokerto tahun 2014 silam setelah menjadi Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK) dalam proyek tersebut.Sedangkan, rekanan yang terlibat dalam kasus tersebut
yakni Naslan yang merupakan Direktur CV Mega Jaya.
CV Mega Jaya memenangkan lelang dan men sub-kontrakkan
alias menjual proyek tersebut ke seorang rekanan bernama Zainal Abidin. Dari
nilai lelang yang dimenangkan senilai Rp930.500.000, Naslan berhasil menjualnya
ke Zainal Abidin, seharga kisaran Rp300-an juta. Akibatnya, Naslan dituding
telah melanggar Pasal 84 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang dan Jasa.
Modus yang dilakukan ketiga terdakwa ini yakni mengurangi
volume pekerjaan. Dari yang seharusnya 42 ribu meter kubik, yang dikerjakan
rekanan ini hanya 12 ribu meter kubik atau dari total proyek sebesar
Rp930.500.000, negara dirugikan Rp577.818.620. Naslan kini telah bebas setelah
menjalani hukuman di penjara selama 1,2 tahun dan membayar denda Rp75 juta
serta uang pengganti Rp471 juta.*(Ning).