Melalui Teater ‘ANU’ Seniman Mojokerto Sampaikan Kondisi Bumi yang Rusak di Tengah Pandemi - Line News Today

Jumat, 30 Oktober 2020

Melalui Teater ‘ANU’ Seniman Mojokerto Sampaikan Kondisi Bumi yang Rusak di Tengah Pandemi

Pagelaran Seni Teater 'ANU' di Desa Batankrajan, Kecamatan Gedeg.

LN News Today (Mojokerto) - "Kesunyian kembali terpecahkan oleh suara seruling, Kemudian menyusul suara jeritan tangisan hati seorang perempuan, suaranya semakin menyayat mengiringi tarian gerak tubuh dan Keresahan para penari."

Malam itu, kurang lebih 25 orang yang terdiri dari berbagai kelompok seniman memainkan pertunjukan teater berjudul 'ANU' di kebun milik warga di Desa Batankrajan, Kecamatan Gedeg, Mojokerto. Kamis (29/10).

Istilah 'ANU' merupakan istilah dengan berbagai arti. Namun dalam pementasan kali ini, para seniman mengibaratkan sebagai Bumi yang tengah rusak akibat ulah tangan manusia. 

Tak hanya bumi yang sedang rusak akibat diinjak-injak oleh manusia-manusia serakah, dalam pergelaran teater yang diadakan di kebon milik warga ini terdapat sindiran boboroknya sistem ataupun keadilan di tengah pandemi ini. 

Pagelaran seni teater yang disutradari Bagus Mahayasa sekaligus pembuat naskah ini, mengistilahkan sosok perempuan sebagai ibu Pertiwi yang menjadi peran utama. 

Ibu Pertiwi diperankan oleh perempuan bernama Leny. Dia nampak mengendong boneka bayi yang dewasanya menjadi perusak bumi dengan diiringi tiga penari perempuan sebagi sosok suara hati perempuan. 

Yang menarik perhatian dalam pagelaran seni ini, yakni sosok laki-laki dalam kubangan tanah yang diperankan oleh Kukun Tri Yoga. Kukun berperan sebagai Tanah yang menari seolah mengikuti iringan musik.

Dengan telanjang dada, mulai dari ujung kaki hingga ujung rambut tertutup tanah berwarna cokelat.

"Bumi Pertiwi sedang terluka, tubuhnya remuk terbalut wabah Merebak, bahkan seantero Nusantara yang entah kapan penghujungnya. 

Bumiku semakin sesak nafasnya, saat penghuninya merusak pepohonan dan menggali tanah tanpa melihat di sekitarnya" 

Sepenggal puisi yang diselipkan dalam teater berjudul ‘ANU’

Begitulah kutipan bait yang dibawakan Kukun dalam pagelaran pertunjukan teater yang mengusung tema ‘ANU’. Melalui puisi dengan judul ‘Sang Tanah Sujud Bumi’ dan tiap gerakan yang diperankan aktor teater itu menyiratkan sebuah pesan tertentu.

Bagus Mahayasa mengatakan, naskah ini dia tulis pada beberapa bulan yang lalu di kala Pandemi tengah melanda. Berawal dari pembicaraan di warung kopi hingga terkuncinya seniman. 

"Saya tulis beberapa bulan lalu, menghadapi pandemi ini. Dibalik pandemi ini berkeinginan mengkorek-korek dari keinginan teman-teman seniman itu merasa tanda kutip "merasa di kebirikan" adanya pandemi mereka tidak berkreasi," ungkapnya usai pagelaran seni pertunjukan teater.

Bagus menceritakan, seolah hidup hari ini para seniman ini hidup di rumah sendiri, menjadi orang lain di rumah sendiri, seperti orang mati di dalam rumah.

"Dengan karya judul "ANU" Kita coba untuk mengkritik memang, kita ambil dari bahasa sehari-hari. Kita hanya mampu membuat sebuah kode-kode harus bergerak bagaia mana iya atau tidak, sehingga kita mengistilahkan "ANU".Anunya siapa ? Anunya kapan? Anunya dimana?," ujarnya.

Menurutnya, pertunjukan seni teater yang di perankan oleh 25 orang mulai dari aktor hingga pengiring musik berisikan tentang kegelisahan terhadap kondisi bumi. Terlebih, ditengah pandemi ini kami tidak bisa berkarya. 

"Hanya lewat anu inilah kami sampaikan untuk mengibaratkan kepada siapapun. Bumi kita tanah kita dalam kondisi tak baik baik saja," tegasnya. 

Pagelaran ini merupakan pertunjukan yang digagas oleh berbagai komunitas seniman. Tak hanya para pengiat seniman Teater, melainkan dari seni rupa, dalang, hingga tari. (Ning/Jne).

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda