Hukuman Kebiri Kimia Tergantung dari Pemeriksaan Klinis - Line News Today

Selasa, 05 Januari 2021

Hukuman Kebiri Kimia Tergantung dari Pemeriksaan Klinis



Kasi Pidum Kejari Mojokerto, Ivan Yoko Saat Jumpa Pers

LN News Today Mojokerto - Presiden Joko Widodo menandatangi Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak. 

PP tersebut mulai berlaku 7 Desember 2020 lalu. PP akan menentukan nasib Muh Aris (22) warga Mengelo Tengah, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto yang merupakan orang pertama di Indonesia yang akan menerima hukuman kebiri kimia. Aris dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan oleh Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto, pada 2 Mei 2019.

Aris divonis bersalah karena melakukan kejahatan seksual terhadap anak-anak oleh majelis hakim PN Mojokerto. Hakim juga memberi hukuman tambahan terhadap Aris berupa kebiri kimia. Meski mengajukan banding, namun putusan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya pada 18 Juli 2019 menguatkan vonis PN Mojokerto. Aris tetap diberi hukuman tambahan kebiri kimia.

Aris juga diadili karena memerkosa 1 anak di wilayah hukum Polres Mojokerto Kota. Aris divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan oleh PN Mojokerto pada 20 Juni 2019. Vonis ini baru diterapkan terhadap Aris setelah dia menjalani hukuman dalam vonis pertama. Pemuda 22 tahun ini telah memerkosa sembilan anak dalam kurun waktu 2015 sampai Oktober 2018. Para korban menderita robek dan pendarahan pada alat vitalnya. 

"Vonis Aris sudah inkrah (berkekuatan hukum tetap). Terdakwa menerima putusan banding, dia tidak mengajukan kasasi. Terdakwa sudah dieksekusi jaksa pada 22 Agustus 2019, hanya pidana pokok. Yakni hukuman 12 tahun penjara dipotong masa tahanan," ungkap Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum), Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto, Ivan Yoko, Selasa (5/1/2021).

Tukang las tersebut ditahan sejak Mei 2018. Kebiri kimia terhadap Aris saat itu terkendala belum adanya peraturan teknis. Untuk memberi hukuman tambahan kebiri kimia terhadap Aris, hakim berpedoman pada pasal 81 ayat (7) UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 

Gedung Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto

"Sudah ada PP Nomor 70 Tahun 2020 yang mengatur pelaksanaan kebiri kimia. Pada pasal 6 PP tersebut, tahapan kebiri kimia meliputi penilaian klinis, kesimpulan, kemudian pelaksanaan. pada Pasal 5 diatur, kebiri kimia dikenakan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun. Pelaksanaan tahapan kebiri kimia terhadap terdakwa ternyata masih lama," katanya. 

Ivan menjelaskan, tahap awal penilaian klinis harus menunggu pemberitahuan dari Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Pemberitahuan tersebut paling lambat dilayangkan ke Kejari Kabupaten Mojokerto sembilan bulan sebelum Aris selesai menjalani pidana pokok yakni 12 tahun penjara. Pihaknya bekerjasama dengan Kementrian Kesehatan (Kemenkes) untuk penilaian klinis. 

"Masalah hitung-hitungannya (untuk menentukan kapan masa hukuman Aris kurang 9 bulan), Kemenkumham yang mengetahuinya. Kami bekerjasama dengan Kemenkes melaksanakan penilaian klinis terhadap Aris paling lambat 7 hari setelah menerima pemberitahuan dari Kemenkumham. Penilaian klinis meliputi wawancara klinis dan psikiater, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang," jelasnya.

Tahapan berikutnya yaitu kesimpulan. Pada tahap ini, lanjut Aris, tim medis dan psikiater yang ditunjuk jaksa untuk melakukan penilaian klinis harus menentukan Aris layak atau tidak dikebiri kimia. Hasil penilaian klinis wajib disampaikan ke Kejari Kabupaten Mojokerto paling lambat 14 hari kerja sejak mereka menerima pemberitahuan dari jaksa. Setelah dinyatakan layak, barulah Aris menjalani kebiri kimia. 

"Pasal 9 huruf c PP Nomor 70 Tahun 2020 tegas mengatur pelaksanaan kebiri kimia dilakukan segera setelah terpidana selesai menjalani pidana pokok. Terdakwa baru dikebiri setelah selesai menjalani pidana pokok. Eksekutornya memang kejaksaan, tapi saat pelaksanaan kebiri kimia harus ada pihak dari Kemenkumham, Kemenkes dan Kemensos. Teknis pelaksanaannya kami belum mengetahui, kami menunggu Peraturan Menteri Kesehatan," tegasnya.*(Ning).

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda